Sabtu, 24 April 2010

Peringatan Hari Bumi 22 April : Bumi Berubah Cepat, Nyamukpun Ber-evolusi

.







Bumi Berubah

Bumi sekarang ini telah berubah dengan cepat. Manusialah yang memicu perubahan ini dengan terus memproduksi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam aktifitas kesehariannya seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluoro-karbon (PFC), sampai sulfur heksafluorida (SF6).

GRK menyebabkan radiasi sinar matahari yang dipantulkan kembali oleh bumi ke luar angkasa terhambat karena dipantulkan kembali oleh GRK, akibatnya terjadi akumulasi panas di atmosfer bumi, inilah yang di sebut dengan efek Rumah Kaca. Disebut demikian karena peristiwanya serupa dengan yang terjadi dalam sebuah rumah kaca (green house) yang biasa digunakan pada kegiatan pertanian untuk menjaga suhu agar tanaman di dalamnya tetap hangat.

Meningkatnya konsentrasi GRK menyebabkan peningkatan pada radiasi matahari yang terperangkap dalam atmosfer bumi, akibatnya suhu rata-rata di seluruh permukaan bumi akan meningkat. Fenomena peningkatan suhu permukaan bumi ini disebut Pemanasan Global (Global Warming).

Meningkatnya suhu permukaan bumi akibat pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan unsur-unsur iklim, seperti :
Naiknya suhu air laut
Naiknya penguapan di udara
Perubahan pada pola hujan dan tekanan udara
Sehingga pada akhirnya merubah pola iklim dunia, fenomena ini dikenal sebagai perubahan iklim


Perilaku Nyamuk


Perubahan iklim menyebabkan berbagai dampak serius yang mengancam kelangsungan hidup manusia. Salah satunya adalah ancaman kesehatan. Curah hujan lebat apalagi diikuti banjir, dapat memperburuk sistem sanitasi yang belum memadai di banyak wilayah kumuh di berbagai daerah dan kota, sehingga dapat membuat masyarakat rawan terkena penyakit-penyakit yang menular lewat air seperti diare dan kolera.

Suhu tinggi dan kelembapan tinggi yang berkepanjangan juga dapat menyebabkan kelelahan akibat kepanasan terutama di kalangan masyarakat miskin kota dan para lansia. Suhu yang lebih tinggi juga membuat masa inkubasi nyamuk semakin pendek, nyamuk berkembang biak lebih cepat. Akibatnya penyakit yang dibawa oleh nyamuk semakin cepat menyebar. Kenaikan temperatur Bumi itu telah mengakibatkan ukuran larva dan nyamuk dewasa menjadi lebih kecil, yang berujung dengan pelipatgandaan frekuensi makan setiap nyamuk dan resiko penularan penyakit.

Bahkan menurut tim peneliti dari Johns Hopkins School of Public Health pada 1998 dikatakan bahwa peningkatan suhu global akan menjadikan Demam Berdarah Dengue (DBD)oleh nyamuk Aedes Aegepti dan Aedes Albopictus sebagai penyaki infeksi yang disebarkan serangga yang paling serius dan fatal di muka Bumi.

Menurut Centers For Disease Control and Prevention (CDC) yang berlokasi di Atlanta, Georgia, AS, demam dengue dan DBD disebabkan oleh virus serotype DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 dimana satu type virus tidak menyebabkan imunitas terhadap type lainnya. Otomatis, manusia memiliki kemungkinan terkena demam dengue 4 kali sepanjang hidupnya. Berita buruknya, akan selalu muncul strain dan type baru dari virus tersebut sehingga kemungkinan menekan kecenderungan peningkatan aktivitas epidemi penyakit tersebut nyaris mustahil.

Faktor – Faktor Evolusi

Menurut pakar paleontologi dari Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Prof. Dr. H. Fachroel Aziz dalam disertasinya berjudul “Evolusi dan Paleontologi Vertebrata Indonesia: Perspektif Perubahan Iklim”, dikemukakan faktor-faktor yang memengaruhi mekanisme evolusi.

Pertama ialah mutasi. Dapat dilihat dalam bidang mikrobiologi modern yang ditunjukkan dengan kebalnya parasit malaria terhadap berbagai jenis obat-obatan, atau berbagai penyakit mikroorganisme yang menjadi kebal terhadap berbagai obat antibiotik.

Kedua adalah adaptasi. Mekanisme proses evolusi juga dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi organisme itu sendiri. Sebenarnya, untuk dapat melihat perubahan evolusi diperlukan ratusan generasi dalam populasi yang berkesinambungan. Untuk mikroorganisme, dalam waktu satu atau beberapa tahun saja, kita telah dapat melihat berbagai perubahan genetis secara nyata.

Ketiga adalah isolasi. Isolasi berperan dalam perubahan genetis dan dapat pula melahirkan spesies yang berbeda. Secara singkat, dalam satu populasi spesies fauna yang sama dapat dibagi dalam dua atau lebih populasi. Selanjutnya populasi tersebut akan mudah berkembang menjadi dua atau lebih spesies yang berbeda secara nyata, ketika populasi itu terpisah dalam isolasi genetis untuk jangka waktu yang lama.

Keempat adalah iklim. Hal ini tercermin saat Bumi berada pada zaman es, ketika air laut dalam jumlah besar membeku di sekitar kutub bumi. Zaman Es ini berdampak drastis sekali terhadap iklim lokal, yang secara umum menyebabkan iklim menjadi lebih kering dan lebih dingin. Hal ini tercermin pada himpunan fosil fauna yang ditemukan di Jawa. Sekarang iklim berubah, ketika es yang membeku di kutub tersebut mulai mencair.

Epilog


Pelajaran yang bisa diambil di Hari Bumi sekarang ini adalah kita harus meningkatkan kehati-hatian di dalam menangani kasus kesehatan yang berkaitan dengan organisme, seperti demam berdarah di atas. Apalagi telah menjadi peristiwa rutin tahunan, penyakit demam berdarah dan malaria yang muncul di sekitar kita.

Kiranya penting sekali adanya pendidikan publik dan penelitian yang lebih lengkap mengenai interaksi antara organisme dan lingkungan sekitarnya, termasuk manusia. Langkah ini perlu diambil sehingga penanganan terhadap organisme penyebab penyakit bisa mengurangi resiko perubahan organisme tersebut menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Dan masyarakatpun mengerti tindakan apa yang harus diambil.

Videonya:




foto-foto peringatan hari bumi di bebagai daerah

di medan


dimedan


di medan


dibali

Quote:


Diperingati dengan ekspedisi ke gunung jayawijaya


Ekspedisi “7 Summits” Peringati Hari Bumi di Jayawijaya


Ekspedisi 7 Summits Peringati Hari Bumi di Jayawijaya. Memperingati Hari Bumi bisa bermacam – macam caranya, salah satunya seperti yang dilakukan oleh Tim Ekspedisi “7 Summits” yang melakukan ekspedisi ke Pegunungan Jayawijaya.

Tim ekspedisi “7 Summits” yang terdiri atas para pendaki gunung dari Wanadri akan memperingati Hari Bumi pada 22 April di bentangan es Nggapulu (Puncak Soekarno), salah satu puncak Pegunungan Jayawijaya.

“Tim Alpha akan bermalam di Nggapulu pada ketinggian 4700m di atas permukaan laut, besok (Kamis-red) akan bergabung Tim Bravo yang berada di camp di Lembah Danau Danau di ketinggian 4200m,” kata Andri Joanhan, sekretaris tim saat dihubungi di Bandung, Rabu.

Tim Ekspedisi “7 Summits” tersebut terdiri atas Tim Alpha dan Tim Bravo yang masing-masing beranggotakan 12 orang pendaki.

Menurut rencana, peringatan Hari Bumi dari salah satu puncak tertinggi di dunia tersebut akan disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi Metro TV.

Andri mengatakan, dalam peringatan Hari Bumi tersebut akan dibahas isu-isu lingkungan yang saat ini sedang menjadi pembicaraan hangat, di antaranya masalah pemanasan global.

Sehari sebelumnya, aktivis lingkungan Iwan Abdulrachman yang ikut dalam ekspedisi tersebut, secara khusus menggelar semacan konser di Lembah Danau Danau.

“Memang istilahnya konser meski sebenarnya para penonton hanya para pendaki dan digelar di atas gunung,” kata Andri mengomentari pertujukan Iwan Abdulrachman yang populer dengan panggilan Abah Iwan itu.

Ekspedisi ke Pegunungan Jayawijaya dengan puncak tertinggi Cartensz Pyramid atau yang disebut juga Ndugu-Ndugu (4.884m) adalah bagian pertama dari rencana pendakian ke tujuh puncak tertinggi di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar