SHUTTERSTOCK |
Penelitiannya sampai pada kesimpulan bahwa semakin jauh sekelompok manusia berkelana dari Afrika dalam rekam jejak sejarahnya, semakin sedikit fonem yang digunakan dalam bahasa mereka. Ini mengartikan bahwa sebagaimana diprediksikan dalam studi tersebut, bahasa-bahasa di Amerika Selatan dan Kepulauan Pasifik memiliki fonem paling sedikit, sedangkan bahasa-bahasa di Afrika memiliki fonem terbanyak.
Ternyata, pola ini juga memiliki kesamaan dengan studi terhadap genetik manusia. Sebagaimana dipaparkan sebagai peraturan umum, semakin jauh seseorang keluar dari Afrika, yang dianggap secara luas sebagai asal muasal nenek moyang manusia, semakin kecil perbedaan antara individu dalam populasi kelompok individu tersebut bila dibandingkan dengan keragaman di daerah asalnya, Afrika.
Studi Atkinson ini menggunakan metode statistik mutakhir yang sama untuk mengonstruksikan pohon genetik berdasarkan urutan DNA. Mengenai penggunaan metode statistik ini dalam mencari sumber bahasa manusia, seorang ahli bahasa, Brian D Joseph dari Universitas Ohio, mengatakan, sebagai sumber wawasan baru dalam studi di bidangnya.
"Saya rasa kita sudah seharusnya memerhatikan hal ini dengan seirus meskipun masih ada orang yang akan menolaknya," ujar Joseph.
Sebagai informasi tambahan, studi yang dilakukan Atkinson ini unik karena berusaha menemukan akar bahasa dari waktu yang sangat lampau. Tentang umur bahasa pun masih menjadi soal perdebatan karena di lain sisi ditemukan fakta sementara bahwa umur bahasa telah mencapai 50.000 tahun.Namun, di lain sisi beberapa ahli bahasa lain juga masih skeptis dengan fakta sementara itu. Mereka menemukan faktor lain yaitu "perkembangan dari kata-kata yang sangat cepat" sehingga kemungkinan umur bahasa sendiri tidak lebih dari 10.000 tahun lamanya.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar