Rabu, 13 Juli 2011

Ternyata Anjing Bisa Bedakan Orang Kembar Identik

Anjing dapat membedakan orang yang kembar identik. Temuan ini bisa mengubah cara melatih anjing untuk mengenali orang yang selama ini dilakukan dengan mengenali bau. Demikian hasil penelitian para ilmuwan di Republik Ceko.

Pada percobaan, peneliti mencoba kemampuan anjing untuk membedakan dua pasang kembar identik yakni dua anak laki-laki berusia 5 tahun dan dua anak perempuan berusia 7 tahun. Peneliti juga mencoba menggunakan kembar fraternal yakni dua orang perempuan berusia 8 tahun dan laki-laki 13 tahun. Kembar fraternal adalah anak yang lahir bersamaan namun dari dua sel telur yang dibuahi oleh dua sel sperma yang berbeda.


SHUTTERSTOCK
Eksperimen dilakukan dengan 10 ekor anjing german shepherd dan setiap anjing melakukan 12 tes. Semua anjing diminta mencium sebuah sapu tangan dan mencari bau yang sama dari 7 kemungkinan. Dari uji coba, peneliti mendapati bahwa seluruh anjing memilih jawaban yang tepat.

Anjing mampu membedakan seorang anak dari kembarannya tanpa sekali pun melakukan kesalahan. Anjing tetap bisa menerka meski seluruh anak kembar itu tinggal di tempat yang sama dan menyantap makanan yang sama dengan kembarannya.

Sebagai perbandingan, DNA tes saja tidak bisa membedakan antara kembar identik meski tes DNA masih mampu membedakan kembar fraternal yang hanya memiliki gen serupa dengan kembarannya. "Anjing bisa membedakan bau tubuh kembar identik jika ia sangat terlatih," kata Ludek Bartos, ekolog asal Czech University of Life Sciences di Praha.

Seputar bagaimana anjing bisa membedakan kembar identik, peneliti mengakui adanya kemungkinan faktor luar seperti infeksi yang dapat memengaruhi bau tubuh tiap-tiap anak kembar. "Perlu ditekankan bahwa kita masih jauh dari menjelaskan alasan mengapa anak kembar berbeda," kata Bartos.

Namun demikian, Bartos menyebutkan, penelitian di masa depan sudah bisa fokus ke apakah atau kapan bau anak kembar mulai berbeda sejalan dengan bertambahnya usia. Hasil penelitian ini sendiri telah dipaparkan pada jurnal PloS ONE. (National Geographic Indonesia/Abiyu Pradipa)



sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar