YAYASAN BUDHA TZU CHI INDONESIA
setiap detik berjuang demi kebajikan
Dengan berpegang teguh pada semangat (kebersamaan dalam sepenanggungan dan sependeritaan) Sang Buddha, Tzu Chi menjalankan bakti sosialnya selama 43 tahun. Tzu Chi bagaikan samudera luas yang mampu menampung seluruh aliran anak sungai, semua orang dengan usia, pengetahuan, profesi, dan latar belakang yang berbeda dapat membuktikan kekuatan dari sirkulasi kebajikan, dapat ikut bergabung ke dalam barisan (memberikan kasih sayang), dan merasakan kepuasan dari implementasi sikap "melakukan dengan ikhlas dan menerima dengan sukacita". Baik yang berada di setiap pelosok Taiwan, atau yang berada di kediamannya di luar negeri, semua insan Tzu Chi selalu dengan senang hati dan tanpa menyesal, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pemberian bantuan kemiskinan dan darurat, perlindungan kesehatan, memperkokoh dasar pendidikan dan kegiatan sosial budaya.
Andaikan uluran tangan insan Tzu Chi ini dapat menyucikan hati manusia, menyejahterakan masyarakat, menjauhkan segala bencana dan dunia menjadi damai dan tenteram, itulah harapan terbesar dari insan Tzu Chi.
Dalam perjalanannya menyebarkan cinta dan welas asih, pada tahun 2003, tim medis Tzu Chi telah berhasil mengadakan operasi pemisahan bayi kembar siam perempuan. Bayi kembar siam Filipina Daai (cinta kasih) dan Gan en (bersyukur) telah berhasil dipisahkan dengan sukses dan dapat menjalankan kehidupan masing masing. Setelah keluar dari rumah sakit, perawatan selanjutnya telah diambil alih oleh TIMA (Tzu Chi International Medical Association) Filipina. Orangtua mereka di bawah bimbingan insan Tzu Chi juga telah menjalankan kehidupannya sehari-hari kembali. Ini merupakan akhir sebuah kisah menarik dari sebuah (estafet cinta kasih) lintas negara.
Sedangkan di Indonesia, demi program lanjutan dari rencana pemindahan penduduk bantaran kali Angke yang terkena program normalisasi Kali Angke, telah berhasil menggalang rasa solidaritas cinta kasih para pengusaha dan masyarakat. Hanya dalam waktu singkat selama 1(satu) tahun, telah berhasil menyelesaikan pembangunan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi yang terdiri dari 1.100 unit rumah. Di dalam kompleks perumahan tersebut terdapat fasilitas-fasilitas seperti: sekolah, rumah sakit, industri rumah tangga, dan berbagai sarana penunjang lainnya.
Para warga telah pindah dari bantaran kali yang kumuh dan jorok ke Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, menyambut masa depan mereka yang penuh harapan. Hal ini membuat semua orang merasa gembira. Para relawan Tzu Chi dan pengusaha di Indonesia juga telah mendapatkan saluran untuk membalas budi mayarakat Indonesia, dapat merasakan kepuasan batin telah dapat berdana secara langsung melalui tangan sendiri. Sebuah kali ternyata telah menjalin sebuah kisah yang sangat menyentuh. Sungguh sebuah keajaiban. Semuanya ini harus kita telusuri dari Dunia Tzu Chi yang dibangun oleh Master Cheng Yen.
Master Cheng Yen, Pendiri Tzu Chi
Master Cheng Yen dilahirkan pada tanggal 14 Mei 1937, di Desa Qingsui, Kabupaten Taichung, Taiwan. Sewaktu masih kecil, beliau diangkat pamannya menjadi anak dan menetap di Desa Fengyuan, Taichung bersama paman dan bibinya. Ayah angkatnya memiliki usaha bioskop di beberapa kota, seperti Taichung, Feng Yuan, Qingshui, Tanzi, dan tempat lainnya. Sebagai putri sulung, dan juga otaknya yang cerdas, maka meski belum genap berusia 20 tahun, beliau sudah sanggup membantu pekerjaan ayahnya, disamping juga membantu mengurus pekerjaan rumah tangga.
Sejarah Tzu Chi
Pendiri Tzu Chi, Master Cheng Yen dilahirkan pada tanggal 14 Mei 1937 di Chingsui, Taiwan bagian tengah. Wafatnya sang ayah di tahun 1960 menjadikan beliau memahami bahwa hidup ini hanyalah sementara dan selalu berubah. Sejak saat itu beliau mulai mempelajari agama Buddha secara lebih serius sebelum akhirnya menjalani hidup sebagai bhiksuni pada tahun 1964.
Suatu hari di tahun 1966, Master Cheng Yen bersama beberapa pengikutnya datang ke suatu balai pengobatan di Fenglin untuk mengunjungi salah seorang umat yang menjalani operasi akibat pendarahan lambung. Ketika keluar dari kamar pasien, beliau melihat bercak darah di atas lantai tetapi tidak tampak adanya pasien. Dari informasi yang didapat diketahui bahwa darah tersebut milik seorang wanita penduduk asli asal Gunung Fengbin yang mengalami keguguran. Karena tidak mampu membayar NT$ 8.000 (sekitar Rp 2,4 juta), wanita tersebut tidak bisa berobat dan terpaksa harus dibawa pulang.
Inilah tempat Master Cheng Yen membina ajaran Buddha dan hidup prihatin di tahun itu, sekaligus merupakan tempat asal berkembangnya Dunia Tzu Chi sekarang.
CATATAN:
Peristiwa bercak darah yang menimpa wanita pribumi bernama Chen Qiu Yin yang dikarenakan tidak mampu membayar NT$ 8,000 (Delapan ribu dollar) lantas tidak dapat berobat, apakah NT$ 8,000 itu adalah biaya pengobatan, uang jaminan atau uang muka? Setelah peristiwa itu, keterangan yang dikumpulkan dari beberapa pihak tidak seragam, berdasarkan salah seorang anggota keluarganya bernama Chen Wen Qian yang mengantar Chen Qiu Yin berobat pada saat itu pernah menuturkan secara terbuka kepada umum bahwa uang yang dimaksud itu adalah uang jaminan, kabar yang diperoleh Master juga sama yaitu uang jaminan, lagipula Li Man Mei, orang yang langsung berbicara dengan pasien dan pribumi lainnya di tempat peristiwa pada waktu itu (di tahun itu) telah beberapa kali menyelidiki dan mengemukakan hal serupa yaitu uang jaminan, namun pernah juga sekali dia hanya menyebutkan NT$ 8,000 dan tidak menyinggung uang jaminan. Dalam putusan kasus perdata, disimpulkan Li Man Mei menerangkan kepada Master bahwa karena pasien tidak mempunyai uang sebanyak NT$ 8,000 sehingga pergi meninggalkan Rumah Sakit merupakan suatu kenyataan, juga mengakui bukti bercak darah memang ada keberadaannya. Kasus ini diakhiri atas pilihan Tzu Chi untuk tidak mengajukan pengaduan naik banding.
Mendengar hal ini, perasaan Master Cheng Yen sangat terguncang. Seketika itu beliau memutuskan hendak berusaha mengumpulkan dana amal untuk menolong orang dan menyumbangkan semua kemampuan yang ada pada dirinya untuk menolong orang yang menderita sakit dan kemiskinan di Taiwan bagian timur.
Karena ada jalinan jodoh, di saat itu kebetulan sekali tiga orang suster Katolik dari Sekolah Menengah Hualien datang berkunjung untuk menemui Master Cheng Yen. Suster bertanya, "Agama Katolik kami telah membangun rumah sakit, mendirikan sekolah, dan mengelola panti jompo untuk membagi kasih sayang kepada semua umat manusia, walaupun Buddha juga menyebut menolong dunia dengan welas asih, tetapi mohon tanya, agama Buddha mempersembahkan apa untuk masyarakat?" Kata-kata ini sangat menyentuh hati Master Cheng Yen. Sebenarnya waktu itu umat Buddha juga menjalankan kebajikan dan beramal, namun tanpa mementingkan namanya. Dari situ membuktikan bahwa semua umat Buddha memiliki rasa cinta kasih yang dalam, hanya saja terpencar dan kurang koordinasi serta kurang terkelola. Master Cheng Yen bertekad untuk menghimpun potensi ini dengan diawali dari mengulurkan tangan mendahulukan bantuan kemanusiaan.
Jauh di awal tahun 1970, sewaktu anggota komite Tzu Chi mengunjungi kaum fakir miskin di Fenglin, kendaraan yang mereka gunakan mengalami masalah, dengan spontan menggelorakan semangat [Bersatu-hati; Harmonis; Saling menyayangi; Bergotong-royong] untuk menegakkan teladan Bodhisattva dunia, sehingga bisa menjalankan apa yang sulit dilaksanakan bagi orang awam dan bisa sabar atas segala sesuatu yang sulit bagi orang awam.
Cikal Bakal Tzu Chi Dimulai dari Celengan Bambu
Kegiatan kemanusiaan Tzu Chi untuk kaum fakir miskin diawali dari 6 ibu rumah tangga yang setiap hari, masing-masing individu, merajut sepasang sepatu bayi. Di samping itu, setiap anggota diberi sebuah celengan bambu oleh Master Cheng Yen, agar para ibu rumah tangga setiap pagi sebelum pergi berbelanja ke pasar, menghemat dan menabung 50 sen ke dalam celengan bambu. Dari 30 anggota bisa terkumpul 450 dolar setiap bulan, ditambah hasil pembuatan sepatu bayi 720 dolar, maka setiap bulan bisa terkumpul sebanyak 1.170 dolar sebagai dana bantuan untuk kaum fakir miskin.
Kabar ini dengan cepat tersebar luas ke berbagai tempat di Hualien, dan orang yang ingin turut bergabung semakin banyak. Pada tanggal 14 Mei 1966, Yayasan Kemanusiaan Buddha Tzu Chi secara resmi terbentuk.
Pada awal masa pembentukan Yayasan Kemanusiaan Buddha Tzu Chi, Master Cheng Yen bersama para pengikut mengambil tempat sempit yang tidak lebih dari 20 m2 di Vihara Pu Ming, sambil berupaya menghasilkan produk untuk mendukung kehidupan, sambil mengurus jalannya organisasi. Pada musim gugur tahun 1967, ibunda Master Cheng Yen membelikannya sebidang tanah yang sekarang dimanfaatkan untuk bangunan Griya Perenungan. Walaupun demikian, Master Cheng Yen beserta para pengikut masih tetap mempertahankan prinsip hidup mandiri. Biaya perluasan seluruh proyek Griya Perenungan, selain mengandalkan pinjaman uang dari bank atas dasar hipotik hak kepemilikan tanah tersebut, juga dari hasil usaha kerajinan tangan. Sampai kini pun, Master Cheng Yen dan para pengikutnya tetap hidup mandiri dengan bercocok tanam ataupun menjalankan industri rumah tangga. Mereka tak mau menerima sumbangan.
sumber :http://www.kaskus.us/showthread.php?t=8025373
Tidak ada komentar:
Posting Komentar