Warga Jepang saat ini tentu saja menderita, setelah gempa dan tsunami, mereka kuatir dengan ledakan nuklir. Ribuan orang tewas. Jutaan lainnya kini terlunta-lunta. Mereka bertahan hidup tanpa rumah, kekurangan air, kekurangan pangan, dan obat-obatan. Meskipun begitu, ada satu hal yang menarik yaitu tidak adanya pemandangan penjarahan supermarket.
Padahal dalam berbagai bencana di sejumlah negara, penjarahan kerap terjadi. Usai gempa dahsyat di Haiti dan Chile, usai banjir besar di Inggris tahun 2007, maupun usai badai Katrina di Amerika Serikat. Semua penduduknya menjarah bahan pangan untuk bertahan hidup. Tapi ini tidak terjadi di Jepang. Mengapa?
Jurnalis Ed West dalam artikelnya di Telegraph yang tengah berada di Jepang mengaku kaget melihat bagaimana budaya Jepang yang masih sangat disiplin meski di tengah bencana dan kesusahan. Ed melihat bagaimana supermarket justru menurunkan harga bahan makanannya, bukannya menaikkan ataupun mengambil untung. Bahkan di sejumlah mesin penyedia makanan dan minuman otomat juga dibuka secara gratis. “Rakyat bekerja sama untuk selamat semuanya,” ujar Ed.
Bisa jadi ini merupakan budaya Jepang yang sudah tertanam begitu dalam di alam bawah sadar mereka. Ada nilai-nilai yang tetap dijalani dalam kondisi apapun. Tanggapan beberapa pembaca CNN mengapa warga Jepang tidak menjarah toko untuk bertahan hidup yaitu “Dua kata : Kebanggaan nasional. Warga Jepang sangat menyintai negara mereka, dan rela melakukan apapun untuk itu. Ini berbeda dengan Amerika Serikat. Kami warga AS memang cinta AS tapi kami melakukan apa saja untuk diri kami dulu.” Itulah salah satunya.
Ada yang mengatakan mereka menomorsatukan harga diri, kehormatan, dan martabat. Warga Jepang tidak melihat bencana ini sebagai kesempatan untuk mencuri apapun. Kita salut dan bangga pada mereka. Senantiasa bawa Jepang dalam doa Anda. Dan mari kita mulai belajar kepada rakyat Jepang, mereka memberi ‘terang’ di tengah situasi mereka yang serba susah itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar