Oetzi, "mumi-kebetulan" tertua ternyata korban pembunuhan yang brutal dan efisien.
Oetzi, Manusia Es berusia 5.300 tahun, kembali membuka dirinya pada dunia. Setelah diketahui ia memiliki mata berwarna coklat, penelitian terakhir membuktikan jika Oetzi masih memiliki sel darah merah di tubuhnya. Ini menjadikan darah Oetzi sebagai darah tertua yang pernah diteliti manusia.
National Geographic Indonesia edisi November 2011 pernah menguak kisah autopsi manusia es ini. Oetzi ditemukan tewas membeku di Pegunungan Alpen, Italia, di tahun 1991. Dari hasil autopsi di tahun 2001 oleh radiolog lokal bernama Paulus Gostner, diketahui ada mata panah yang terhunjam di bahu kiri Manusia Es. Menunjukkan bahwa ia dipanah dari belakang.
Penelitian Gostner dan rekan-rekannya selanjutnya dengan perangkat pencitraan CT yang lebih kuat mengungkapkan bahwa panah itu menembus arteri utama di dalam rongga dada. Menyebabkan perdarahan yang pasti segera berakibat fatal. “Mumi-kebetulan” tertua yang pernah ditemukan manusia ternyata korban pembunuhan yang brutal dan efisien.
Es yang membungkus Oetzi melahirkan studi terbaru dari Journal of the Royal Society Interface. Karena ternyata lapisan es mengawetkan sel darah merah yang ada di luka Oetzi.
Februari lalu, peneliti Albert Zink dari Eurac Institute for Mummies and the Iceman in Bolzano, Italia, mempublikasikan genom lengkap dari si Manusia Es. Studi sebelumnya dari tim yang dipimpin Zink, menunjukkan jika luka dari Oetzi ternyata mengandung haemoglobin --protein mengandung zat besi yang berada di dalam sel darah merah.
Setelah melalui penelitian lebih lanjut, tim ini menemukan sampel dari Oetzi berbentuk mirip donat, seperti bentuk sel darah merah. Untuk memastikan struktur sampel ini tidak berubah dan tidak terkontaminasi zat lain,digunakan tekhnik yang disebut Raman spectroscopy.
"Teori yang pernah diperdebatkan, Oetzi terluka beberapa hari sebelum akhirnya mati karena tusukan panah, tak lagi bisa dipertahankan. Karena fibrin (protein berserat yang tidak larut) muncul di luka baru dan kemudian membusuk," kata Zink.
(Zika Zakiya. Sumber: BBC, National Geographic Magazine)
National Geographic Indonesia edisi November 2011 pernah menguak kisah autopsi manusia es ini. Oetzi ditemukan tewas membeku di Pegunungan Alpen, Italia, di tahun 1991. Dari hasil autopsi di tahun 2001 oleh radiolog lokal bernama Paulus Gostner, diketahui ada mata panah yang terhunjam di bahu kiri Manusia Es. Menunjukkan bahwa ia dipanah dari belakang.
Penelitian Gostner dan rekan-rekannya selanjutnya dengan perangkat pencitraan CT yang lebih kuat mengungkapkan bahwa panah itu menembus arteri utama di dalam rongga dada. Menyebabkan perdarahan yang pasti segera berakibat fatal. “Mumi-kebetulan” tertua yang pernah ditemukan manusia ternyata korban pembunuhan yang brutal dan efisien.
Es yang membungkus Oetzi melahirkan studi terbaru dari Journal of the Royal Society Interface. Karena ternyata lapisan es mengawetkan sel darah merah yang ada di luka Oetzi.
Februari lalu, peneliti Albert Zink dari Eurac Institute for Mummies and the Iceman in Bolzano, Italia, mempublikasikan genom lengkap dari si Manusia Es. Studi sebelumnya dari tim yang dipimpin Zink, menunjukkan jika luka dari Oetzi ternyata mengandung haemoglobin --protein mengandung zat besi yang berada di dalam sel darah merah.
Setelah melalui penelitian lebih lanjut, tim ini menemukan sampel dari Oetzi berbentuk mirip donat, seperti bentuk sel darah merah. Untuk memastikan struktur sampel ini tidak berubah dan tidak terkontaminasi zat lain,digunakan tekhnik yang disebut Raman spectroscopy.
"Teori yang pernah diperdebatkan, Oetzi terluka beberapa hari sebelum akhirnya mati karena tusukan panah, tak lagi bisa dipertahankan. Karena fibrin (protein berserat yang tidak larut) muncul di luka baru dan kemudian membusuk," kata Zink.
(Zika Zakiya. Sumber: BBC, National Geographic Magazine)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar