Jumat, 04 Mei 2012

Keren,Karya Seni Medan Perang Saudara


Mereka ikut menanggung nasib tentara; mereka berkuda dan mengarungi sungai, mendaki dan tertatih-tatih, senantiasa mengandalkan pensil dan menjaga kekeringan kertasnya

Oleh Harry Katz
Foto oleh Cooper-Hewit, National Design Museum
Semasa perang saudara, rana kamera masih terlalu lambat, tidak dapat merekam gerakan dengan tajam. Fotografer kondang seperti Mathew Brady dan Timothy O’Sullivan, yang dibebani film negatif kaca yang besar dan gerobak pemrosesan berkuda yang makan tempat, tidak dapat menjelajahi medan berat ataupun merekam foto di tengah-tengah pertempuran. Jadi, penerbit koran mempekerjakan ilustrator amatir dan profesional untuk mensketsa laga pertempuran bagi pembaca di dalam dan luar negeri. Berada di tengah tentara di kedua pihak dalam konflik itu, para “seniman istimewa” ini, adalah koresponden perang bergambar pertama Amerika. Mereka adalah para pemuda (tak ada pemudi) dari beragam latar belakang—tentara, insinyur, litografer dan pengukir, seniman murni, dan beberapa ilustrator kawakan—yang mengincar penghasilan, pengalaman, dan juga petualangan menantang.

Petualangan yang kejam. Salah seorang seniman, James R. O’Neill, dibunuh saat ditawan oleh Quantrill’s Raiders, gerombolan gerilyawan pihak Pemberontak. Frank Vizetelly nyaris melayang nyawanya di Fredericksburg, Virginia pada bulan Desember 1862, ketika seseorang dari “Carolina Selatan sebagian kepalanya pecah akibat peluru, sekitar empat meter dari saya.” Alfred Waud, selagi mendokumentasi sepak terjang Pasukan Union pada musim panas 1862, menyurati seorang teman: “Uang berapa pun tidak sebanding dengan penderitaan yang harus kami tanggung akhir-akhir ini.”

Hanya Waud yang kelahiran Inggris dan Theodore Davis seniman yang terus bertugas tanpa terputus, meliput perang dari salvo pembukaan pada bulan April 1861 sampai jatuhnya Konfederasi empat tahun kemudian. Di kemudian hari Davis menguraikan persyaratan menjadi seniman perang: “Tidak peduli soal keselamatan dan kenyamanan pribadi; senang begadang seperti burung hantu dan awas bagai elang pada siang hari; mampu menanggung lapar; rela berkuda bermil-mil demi satu sketsa, yang mungkin harus diselesaikan malam hari hanya diterangi nyala api.”

Meskipun sungguh dahsyat keberanian para lelaki ini dan berbagai peristiwa yang mereka saksikan, kisah mereka luput dari perhatian: Putra daerah Virginia dan pendukung Union, D. H. Strother, mendapat tugas menyeramkan mensketsa perkemahan Pasukan Konfederasi di luar Washington, D.C., yang menyebabkan ia ditangkap sebagai mata-mata. Theodore Davis mengambil keputusan keliru yang berbahaya untuk singgah ke Dixie pada musim panas 1861 (dia ditahan dan dituduh memata-matai). W. T. Crane secara heroik meliput Charleston, Carolina Selatan, dari dalam kota Pemberontak itu. Frank Vizetelly telah membuat catatan saksi mata tentang kaburnya Jefferson Davis ke tempat pengasingan.

Para seniman istimewa ini bekerja cepat: mengenali titik fokus suatu adegan perang, membuat sketsa kasar dalam beberapa menit, dan menyempurnakannya nanti di perkemahan. Mereka sangat membanggakan kesetiaan sketsa mereka terhadap keadaan sebenarnya.

Para seniman mengirim sketsa dari medan perang melalui kurir kuda, kereta api, atau kapal laut ke kantor penerbit, lalu seniman penerbit menyalin gambar itu ke balok kayu. Para pengukir lalu mengukir bagian gambar yang berbeda-beda, yang paling berpengalaman menangani gambar detail dan komposisi rumit, sedangkan para magang menangani tugas latar belakang yang lebih sederhana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar