Rabu, 17 Oktober 2012

Misteri Asal Usul Air di Bulan, dari Matahari


Misteri Asal Usul Air di Bulan, dari Matahari?(http://jelajahunik.us)  - Tak hanya meninggalkan jejak kaki abadi yang bisa bertahan selama jutaan tahun, misi Apollo 11 Neil Armstrong Cs pada 20 Juli 1969 juga membawa petunjuk penting: ternyata Bulan tak kering kerontang seperti yang dikira sebelumnya.

Studi terbaru yang dilakukan tim dari  University of Michigan, University of Tennessee, dan California  Institute of Technology makin menguatkan pendapat bahwa satelit alami Bumi itu mengandung air, meski permukaannya lebih tandus dan kering dari gurun manapun di dunia.

Butiran tanah berkilau di batuan Bulan diduga menjadi petunjuk bahwa air tak hanya berasal dari tubrukan komet sarat air atau puing angkasa lainnya. Sumber kelembaban tersebut bisa jadi akibat angin matahari, aliran konstan  partikel bermuatan yang dipancarkan oleh Matahari.

Bahwa ada sumber air di Bulan jelas kabar gembira bagi sejumlah negara yang sedang berlomba mendirikan stasiun luar angkasa berbasis tanah di sana.  Ilmuwan bahkan yakin, lapisan tanah Bulan yang tebalnya beberapa meter bisa menyediakan suplai air yang cukup.

"Untuk membawa 1 pint (0.568 liter) air ke Bulan saja dibutuhkan dana US$25.000. Jadi, penting artinya untuk bisa memproduksi air dari material Bulan," kata penulis utama laporan tersebut, Yang Liu dari University of Tennessee, Knoxville seperti dikutip SPACE.com. "Untuk kepentingan kolonialisasi manusia di Bulan di masa yang akan datang."

Tak hanya untuk diminum manusia atau menyirami tanaman, air juga bisa dipecah menjadi unsurnya, hidrogen dan oksigen cair -- bahan bakar roket.

Kuncinya adalah bagaimana memisahkan elemen tersebut dari batuan dan tanah Bulan. "Kita bisa menggunakan Bulan sebagai lokasi transit untuk misi ke Mars atau tempat yang lebih jauh lagi," tambah Liu.

Lalu bagaimana  air terbentuk di Bulan?

Untuk mengungkapnya lebih jauh, para ilmuwan menganalisa debu dari permukaan Bulan atau regolith, yang dibawa para astronot dari misi Apollo.

"Sebagian besar sampel berasal dari Apollo 11 yang dikumpulkan Neil Armstrong," kata Liu.

Regolith Bulan tercipta dari meteorit dan partikel bermuatan yang terus membombardir batuan Bulan.  Para ilmuwan berfokus pada butiran berkilau mirip kaca dalam sampel yang terbentuk oleh panas dari dampak mikrometeorid yang tak terhitung jumlahnya di Bulan. Alasannya, benda berkilau tersebut mungkin menangkap air di regolith sebelum ia akhirnya menjadi dingin dan padat.

Para peneliti menemukan butiran berkilau tersebut memiliki jejak kelembaban antara 200 hingga 300 per juta air dan molekul hidroksil -- yang mirip air namun hanya terdiri dari satu atom oksigen dan satu hidrogen -- bukannya dua.
     
Untuk mencari tahu dari mana air dan hidroksil berasal, para ilmuwan mengusut dari komponen hidrogen mereka. Untuk diketahui, atom hidrogen hadir dalam berbagai isotop, masing-masing memiliki jumlah neutron yang berbeda dalam inti. Hidrogen biasa tidak memiliki neutron, sedangkan isotop yang dikenal sebagai deuterium memiliki satu di setiap nukleus atau inti atom.

Lalu, para peneliti menemukan, air dan hidroksil yang terlihat dalam butiran berkilau Bulan keduanya memiliki deuterium rendah. Temuan ini mengarahkan ke kesimpulan bahwa hidrogen tersebut datang dari Matahari, yang terbawa ke Bulan melalui angin matahari.

Angin  membawa partikel dari Sang Surya, rata-rata 1 miliar kilogram per detik ke permukaan Bulan.

Karena Bulan tidak punya atmosfer atau medan magnet, maka seluruh partikel itu akan sampai di permukaan Bulan. Termasuk partikel hidrogen yang lalu menyatu dengan partikel oksigen di batuan permukaan Bulan.

Para ilmuwan mengakui, masih perlu penelitian lebih lanjut soal ini. "Asal usul air di Bulan belum jelas," kata Liu. "Namun kami menyajikan bukti kuat bahwa ia berasal dari angin matahari. Penemuan ini menggambarkan potensi penemuan air sejenis di permukaan benda langit yang tak mengandung udara lainnya seperti Eros, Deimos, dan Vesta."

Detil penelitian resmi para ilmuwan tersaji dalam jurnal Nature Geoscience online

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar